Dyspareunia : adalah disfungsi sexual yang manifestasinya adalah nyeri atau kesulitan melakukan sexual intercourse.
Pada wanita umumnya didefinisikan dengan nyeri didaerah genital yang
terjadi oleh karena penetrasi selama dan setelah melakukan sexual
intercourse.
Angka kejadian dyspareunia sangat sukar. Kebanyakan kasus ini tidak
terlaporkan oleh penderita. Walaupun dyspareunia menyebabkan kecemasan
dan efek yang besar pada hubungan suami istri umumnya sebagian kecil
wanita yang menderita dyspareunia ini melakukan konsultasi dengan
dokter.
Menurut Survey yang dilakukan oleh Glatt AE, et.al dalam penelitiannya
“sexual experience and dyspareunia”. 22 wanita (21%) dari 105 wanita
menderita dyspareunia dalam kelompok jarang. 58 wanita (55%) dalam
kelompok kadang-kadang, dan 25 (24%) sering /selalu. Oleh karena alasan
tersebut 49 wanita (47%) mengaku jarang melakukan hubungan suami istri
dan 35 (33%) mengaku bahwa dyspareunia ini menyebabkan dampak negative
terhadap komunikasi pasangan mereka masing-masing..
Sayara Meana M, et.al (1997), melakukan penelitian tentang perbandingan
Biopsykososial wanita yang menderita dyspareunia dengan kelompok
kontrol. Wanita dengan dyspareunia didapatkan lebih banyak
kelainan-kelainan Fisik pada saat pemeriksaan pelvik dari pada
kelainan-kelainan Fisikologi. Mereka dilaporkan mempunyai sikap negatif
terhadap sexualitas, sering mendapat gangguan sexual, dan mempunyai
kemampuan yang lebih rendah terhadap penyesuaian dalam perkawinan
mereka.
Dyspareunia kemungkinan disebabkan oleh beberapa macam penyakit yang
yang bisa disebabkan oleh kelainan Organik maupun psykologi.
Pembagian Dyspareunia ada beberapa macam:
1. Menurut lokasi nyeri :
- Deep Dyspareunia : Nyeri yang terjadi selama intercourse pada saat penetrasi yang dalam.
- Entery Dyspareunia / introital dyspareunia : Nyeri senggama yang terjadi di daerah introitus vagina.
2. Menurut Sifatnya
- Dyspareunia Generalisata : Nyeri senggama yang terjadi tidak tergantung pada pasangannya maupun situasinya.
- Dyspareunia Situasional : Nyeri senggama yang terjadi pada
situasi, posisi tertentu atau mungkin dengan pasangan- pasangan
tertentu.
3. Menurut onset terjadinya
- Dyspareunia Primer
- Dyspareunia Sekunder
Diagnosis :
Wanita jarang mencari pertolongan medis dengan jalan mendiskusikan
problem sexual mereka. Oleh karena itu sangat penting untuk menggalinya
termasuk didalamnya tentang pertanyaan yang berkaitan dengan fungsi
sexualnya. Pertanyaan sederhana yang bisa diajukan adalah apakah anda
mempunyai perhatian terhadap kehidupan sexual anda ? Ini pertanyaan
yang cukup cepat terhadap banyak pasen untuk mendiskusikan disfungsi
sexualnya. (4)
Pada suatu penelitian (5 ) terhadap 887 pasen . Hanya 29 pasen ( 3 % )
yang menyebutkan secara spontan problem sexualnya. 142 pasen ( 16 % )
menunjukkan perhatian sexualnya setelah diselidiki secara langsung. Dan
pertanyaan- pertanyaan seperti : Apakah anda merasa tidak nyaman saat
bersenggama ? ataukan apakah ada problem sexual anda , seperti apakah
ada gangguan pada lubrikasinya? Atau nyeri saat bersenggama ? ternyata
sangan efektif untuk mendeteksi adanya disfungsi sexual yang tidak
terdiagnosis.
Sekali seorang mengeluh tentang dyspareunia, anamnesa tentang keluhannya
akan sangat membantu mengatasi problem tersebut. Anamnesanya harus
meliputi :
1. Kronologi tentang keluhan nyerinya termasuk informasi tentang mulainya
2. Evaluasi tentang dampak terhadap hubungan suami istri
3. Review terhadap upaya-upaya mengurangi keluhan nyeri tersebut
Penyebab potensial kelainan medis, maupun gynekologi termasuk penggunaan
obat-obat tertentu, harus teridentifikasi. Obat yang berkaitan dengan
dyspareunia adalah bromokriptin mesylate ( parlodel ), dimana diketahui
menyebabkan nyeri pada daerah clitoris. Juga obat desipramine
hydrocloride ( norpramin ) yang mana menyebabkan keluhan nyeri saat
orgasme.
Juga keluhan dysfungsi sexual lainnya harus teridentifikasi dan informasi tentang kondisi psykososial harus digali.
Hal ini sangat penting untuk mengetahui derajat nyeri dan lokasi
nyerinya. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa lokasi dan saat nyeri (
onset ), adalah indikator penyebabnya. Sebagai contoh nyeri pada saat
penetrasi dalam kemungkinan disebabkan oleh endometrioasis, adenomiosis
dll. Sedangkan nyeri didaerah permukaan kemungkinan oleh karena proses
infeksi kuman tertentu atau adanya vaginosis contak yang disebabkan
oleh zat-zat iritan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik secara menyeluruh memungkinkan mengetahui faktor-
faktor lainnya; seperti contoh , kelainan musculoskeletal,
gastrointestinal, urologi atau kondisi neurologi yang diketahui bisa
berperan penting pada proses terjadinya dyspareunia.
Tujuan memberikan penjelasan tentang anatomi dan fungsi sexual adalah
penderita mampu melokalisir sumber dan rasa nyeri yang pada akhirnya
memperpudah mengidentifikasi penyebab organnya.
Pengelolaan
Penanganan dyspareunia harus didasarkan pada penyakit yang mendasarinya (
seperti upaya untuk memotong siklus spasme pada vaginismus ).
Pengobatan untuk penyebab dasarnya, mungkin sangat simple, seperti
pemberian antibiotik pada kasus vaginitis, atau pemberian hormonal atau
tindakan pembedahan pada kasus endometriosis. Terapi adjuvan seperti
pemberian lubricant , anesthesi lokal atau senam relaxasi di panggul
mungkin bisa membantu.
Diskusi yang berkaitan dengan modifikasi teknik- teknik seksual mungkin
bisa membantu mengurangi nyeri saat intercourse. Memperlama foreplay dan
memperlambat penetrasi hingga mencapai kondisi rangsangan yang maximal
akan meningkatkan jumlah lubrikasi vagina dan pada akhirnya akan
mengurangi nyeri pada saat penetrasi.
Banyak wanita menganggap bahwa ukuran vagina mereka terlalu kecil untuk
mengakomodasi masuknya penis. Beberapa penelitian menemukan bahwa saat
terjadi rangsangan- rangsangan sexual panjang vagina akan bertambah 35 %
hingga 40 %, atau kira- kitra bertambah 6 cm.
Tidak ada therapi pharmakologi khusus untuk mengobati dyspareunia.
Pengobatan hormonal akan sangat bermanfaat pada kasus- kasus dyspareunia
yang disebabkan oleh atropi vagina.
Beberapa obata- obatan yang secara teoritis potensial memperbaiki
gejala- gejala dyspareunia yang pada pemeriksaan tidak ditemukan
kelainan yang spesifik
0 komentar:
Posting Komentar