Insiden PMS dilaporkan bervariasi antara 20 % hingga 90 % wanita. Hampir
70 % wanita mengalami gejala fisik maupun emosi premenstruasi dengan
siklus yang jelas. Namun hanya sekitar 20 % wanita yang mengalami gejala
yang cukup berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Di USA,
70-90% (43-55 juta jiwa) wanita usia reproduksi menderita
ketidaknyamanan selama fase premenstrual mereka, dan 20-40% dari
kelompok ini (12-25 juta jiwa) mengalami gejala yang dapat
diklasifikasikan sebagai PMS. (1,3,4)
Berhubung gejala PMS sangat bervariasi dan tidak terdapatnya etiologi
tunggal penyebab PMS, berikut dijelaskan beberapa mekanisme kemungkinan
patogenesis PMS.
1. Ketidakseimbangan Cairan
Pada penderita dengan gejala PMS yang umum,terdapat peningkatan
aldosteron pada penderita dengan gejala seperti peningkatan berat badan
dan bengkak pada tangan dan kaki
2. Peningkatan Kadar Prostaglandin (PG)
pada penderita dengan dismenorea didapatkan peningkatan kadar metabolit
prostaglandin di perifer, endometrium, dan cairan menstruasi.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi
Penelitian membuktikan bahwa penderita PMS lebih banyak mengkonsumsi
garam dan makanan yang mengandung gula murni serta kurang mengkonsumsi
makanan yang bernutrisi tinggi dan vitamin. Gabungan gejala suka
mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan penyimpangan metabolisme
karbohidrat mengakibatkan keadaan hipoglikemi premenstruasi
4. Perubahan Hormon Syaraf Pusat
Banyak neurotransmitter susunan syaraf pusat mengalami perubahan pada
fase depresi, seperti serotonin, dopamine, dan norepinefrin, juga
berubah pada saat siklus menstruasi. Telah dibuktikan bahwa progesteron
memiliki efek terhadap metabolisme serotonin dan estradiol mempengaruhi
kadar dopamine dan norepinefrin.
5. Teori Lainnya yang belum diketahui secara pasti
Diagnosis PMS
Berdasarkan American Psychiatric Association (APA), PMS dapat ditegakkan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Gejala yang timbil berhubungan dengan siklus menstruasi,
b. Untuk diagnosis diperlukan 5 dari gejala-gejala berikut ini
• Ditandai dengan penurunan mood dan perasaan tidak ada harapan.
• Ditandai dengan ansietas dan ketegangan.
• Ditandai dengan gangguan afektif seperti mendadak merasa sedih, mudah menangis, mudah
tersinggung dan marah.
• Ditandai dengan kemarahan, iritabel atau peningkatan konflik interpersonal.
• Penurunan keinginan untuk beraktivitas seperti biasa.
• Mudah letih dan kehilangan energi.
• Perasaan sukar berkonsentrasi.
• Perubahan nafsu makan, bisa menjadi berlebihan atau tidak mau makan.
• Hipersomnia atau insomnia.
• Perasaan diluar kendali.
• Gejala fisik seperti ketegangan pada payudara, sakit kepala, edema, nyeri sendi dan otot serta
pertambahan berat badan.
Terapi dan pengobatan PMS
Terapi yang diterapkan bersifat individual tergantung tipe dan derajat
keparahan gejala dan respon penderita terhadap terapi yang diberikan.
1. Terapi Konservatif
Terapi initial PMS adalah pendekatan suportif tanpa penggunaan
obat-obatan. Sekitar 30% penderita menunjukkan respon yang baik terhadap
terapi ini. Jika penderita tidak menunjukkan respon yang baik baru
dipikirkan memberikan regimen obat-obatan untuk mengatasi gejala yang
paling mengganggu.
2. Pengaruh Makanan
• Diet vegetarian
Peningkatan konsumsi lemak dan berkurangnya konsumsi sayuran memberikan
kontribusi terhadap terjadinya PMS. Pada suatu studi terhadap 18 wanita
yang menderita PMS dan 14 orang dari kelompok kontrol tanpa PMS yang
mengkonsumsi tinggi karbohidrat diperoleh hasil bahwa makanan ini dapat
meningkatkan skor depresi, ketegangan, kemarahan, kebingungan,
kesedihan, kelelahan dan kewaspadaan pada pasien dengan PMS.
Sementara itu peneliti dari Goergetown University (Barnard dkk, 2000)
meneliti efek diet vegetarian pada penderita dismenorhea dan PMS. Hasil
yang diperoleh adalah penurunan berat badan, berkurangnya nyeri dan
retensi air serta berkurangnya gejala PMS. Federal Drug Administration
(FDA) merekomendasikan diet buah-buahan dan sayuran terbagi dalam 5
porsi untuk pasien dengan PMS untuk mengurangi gejalanya.
• Garam
Penderita dianjurkan mengurangi konsumsi garam untuk mengurangi gejala
yang timbul akibat retensi air. Ketidaknyamanan akibat penambahan berat
badan dan udem dapat mempengaruhi stabilitas emosinya.
• Gula murni
Penderita juga dianjurkan mengurangi konsumsi makanan yang mengandung
gula murni agar dapat menghindari hipoglikemia sekunder akibat perubahan
metabolisme karbohidrat yang terjadi. Pembatasan ini diharapkan dapat
mengurangi perubahan mood penderita.
• Kafein
Penggunaan minuman yang mengandung kafein dapat berperan dalam
terjadinya PMS. Pada studi yang dilakukan di China telah diperiksa
hubungan mengkonsumsi teh terhadap PMS. Hasil laporan menunjukkan bahwa
teh dapat menyebabkan PMS. Informasi terhadap konsumsi teh dan PMS
didapatkan dari kuesioner terhadap 124 orang mahasiswa yang jarang
mengkonsumsi teh. Informasi sejenis juga didapatkan dari 64 orang wanita
pekerja yang sering mengkonsumsi teh. Lebih kurang 39% mahasiswa dan
27% pekerja wanita tersebut mengalami PMS, khususnya wanita yang
mengkonsumsi teh lebih dari 4 kali/hari.
Kafein harus dikurangi untuk menghindari dampak fisik dan emosi yang
ditimbulkannya. Makanan lain yang seharusnya dihindari termasuk kopi,
coklat, minuman ringan, dan obat-obat tertentu.
• Vitamin B-6 (pyridoxine)
Konsumsi vitamin B-6 300 hingga 500 mg perhari peroral direkomendasikan bagi penderita PMS.
Katrina dkk mengadakan penelitian untuk mengetahui efektivitas vitamin
B-6 dalam terapi PMS. Penelitian dilakukan pada 940 pasien dengan PMS,
diperoleh hasil 95% pasien mengalami perbaikan dan disarankan untuk
menggunakan vitamin B-6 dengan dosis lebih dari 100 mg/hr tanpa melebihi
dosis yang menyebabkan neuropati perifer (1500 mg/hr).
3. Pengaruh Olahraga
Olahraga teratur dapat meningkatkan fungsi psikologis setiap individu.
Penelitian yang dipublikasikan di Australia oleh Byrne mendapatkan
bahwa olahraga dapat memproduksi antidepresan, antiansietas dan efek
perbaikan mood pada penderita gangguan mood.
Studi lain dari tim Duke University Medical Reseachers (Babyak dkk,
2000) menemukan bahwa olahraga sama efektifnya dengan terapi medikasi
seperti prozac dalam mengobati gangguan depresi mayor dalam 6 bulan dan
setelah 10 bulan, penderita yang mengalami relaps depresi lebih sedikit
dibandingkan dengan yang menggunakan obat-obatan. Berdasarkan penelitian
ini, dapat disimpulkan bahwa olahraga akan sama efektifnya dalam
mengobati PMS.
Penderita dianjurkan untuk melakukan olahraga teratur. Tipe olahraga
yang dianjurkan bervariasi dan bersifat personal. Banyak sekali
keuntungan yang didapat dari olahraga bagi penderita PMS, diantaranya
berkurangnya stress, dan peningkatan rasa percaya diri. Peningkatan β-
endorphin yang sementara dapat meningkatan mood penderita.
Olahraga dapat membantu mengurangi gejala PMS karena mengurangi stress
dan tekanan darah. Olahraga meningkatkan mood, menyediakan indera yang
baik dan meningkatkan sirkulasi darah dengan meningkatkan produksi beta
endorphin alami. Direkomendasikan, olahraga paling sedikit 3 x seminggu
selama 20-30 menit. Aerobik, jalan, joging, bersepeda dan renang adalah
beberapa yang disarankan.
4. Pemberian Obat obatan
Obat-obat Diuretik, Inhibitor Prostaglandin, Anxiolitik, Buspirone, Alprazolam
, Anti depresan, Progesteron, Agonis Gonadotropin Releasing
Hormone, Danazol dan obat obatan lain bisa diberikan dengan pengawasan
dokter .
Efek Sindroma PreMenstruasi
PMS mempengaruhi aspek sosial dan ekonomi penderita serta rekan kerja,
keluarga dan teman. Penderita sering melalaikan pekerjaan selama
premenstuasi.
Wanita-wanita tersebut menunjukkan kesukaran dalam berkonsentrasi,
penurunan minat, pelupa, dan menurunnya kemampuan koordinasi,
mengakibatkan menurunnya efisiensi dan produktifitas walaupun
penderitanya tetap masuk kerja.
Penelitian Borenstein dkk pada 436 wanita usia 18-45 tahun di California
selatan, didapatkan penderita PMS 125 orang dengan perincian 78 orang
mengalami gejala hanya pada 1 siklus menstruasi dan 47 orang dengan
gejala pada 2 siklus menstruasi dan 311 orang wanita normal sebagai
kelompok kontrol.
Wanita dengan PMS ini dinyatakan mempunyai tingkat absensi yang tinggi (
> 2 hari kerja/bulan), Produktifitas menurun ( > 5 hari
kerja/bulan dengan 50% penurunan produktifitas), gangguan terhadap
lingkungan serta aktivitas sosial ( > 14 hari/bulan) dan sering
berkunjung ke pusat kesehatan rawat jalan dengan total biaya dalam 2
tahun sekitar $ 500. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa PMS dapat
mempunyai dampak pada kehidupan sosial, menurunkan produktifitas kerja
dan peningkatan biaya perawatan kesehatan.
Karena adanya iritabilitas dan emosi yang meledak, mengakibatkan
hubungan kerja menjadi tegang selama masa premenstruasi. Pasangan,
keluarga, dan orang-orang terdekat penderita dapat merasakan perubahan
tingkah laku pada penderita PMS tergantung siklus premenstruasi yang
dialami. Kebanyakan wanita juga mengalami penurunan libido dan
pengurangan frekuensi berhubungan sex. Kesabaran dalam mengasuh anak pun
menjadi berkurang.
Semoga Bermanfaat....!!
0 komentar:
Posting Komentar