Definisi
Mioma
uteri adalah suatu neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus
yang pada umumnya ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi. Sering
disebut juga dengan fibromioma, leiomioma, atau fibroid
Berdasarkan tempat tumbuh atau letaknya mioma uteri dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Mioma uteri intramural
Pada
korpus uteri mioma mulai tumbuh dalam lapisan miometrium. Apabila tumor
ini dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus, maka
disebut mioma uteri intramural. Kalau besar atau multipel dapat
menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.
2) Mioma uteri submukosa
Tumbuhnya
tepat di bawah endometrium. Paling sering menyebabkan perdarahan yang
banyak oleh karena terjadi perluasan permukaan endometrium, sehingga
diperlukan tindakan histerektomi, walaupun ukurannya miomnya kecil.
Adanya mioma uteri submukosa dapat dirasakan sebagai suatu curet bump (
benjolan pada waktu kuret ). Kadang-kadang mioma uteri submukosa dapat
tumbuh terus dalam kavum uteri, dan berhubungan dengan dinding uterus
dengan tangkai yang dikenal dengan polip. Karena kontraksi uterus, polip
dapat melalui kanalis servikalis dan sebagian kecil atau besar memasuki
vagina, hal ini dikenal dengan nama Myom geburt.
3) Mioma uteri subserosa atau sub peritoneal
Letaknya
di bawah tunika serosa, mioma tumbuh ke arah luar dan menonjol ke
permukaan uterus. Mioma uteri subserosa bisa tumbuh di antara lapisan
depan dan belakang ligamentum latum dan akan menjadi mioma uteri
intraligamenter, yang dapat menekan ureter dan arterki iliaca.
Kadang-kadang vena yang ada dipermukaan pecah dan menyebabkan perdarahan
intraabdominal. Mioma uteri subserosa yang tumbuh ke permukaan uterus
yang diliputi oleh serosa, kadang-kadang bertangkai. Walaupun jarang,
bisa terjadi bahwa pada mioma uteri yang bertangkai tangkainya menjadi
tipis dan tumor dapat mendapat makanan dari jaringan yang ditempeli,
biasanya ligamentum atau omentum. Apabila karena trombosis dan nekrosis
tangkainya terputus, terdapatlah mioma yang dinamakan wandering fibroid
atau parasitic fibroid.
Pada
penderita mioma uteri, gejala yang ditunjukkan bervariasi tergantung
besar, lokasi mioma uteri, dan status penderita gravid atau tidak.
1) Massa di perut bawah.
Gejala
ini sering mengakibatkan penderita pertama kali datang untuk mencari
pengobatan. Kadang, sebelum massa membesar, dapat disertai dengan
perasaan tidak nyaman disekitarnya.
2) Perdarahan.
Biasanya
dalam bentuk menorrhagia. Yang sering menyebabkan perdarahan adalah
mioma uteri submukosa sebagai akibat pecahnya pembuluh-pembuluh darah.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan anemia berat. Mioma uteri
intramural dapat juga menyebabkan perdarahan karena ada gangguan
kontraksi otot uterus. Jenis mioma uteri subserosa tidak menimbulkan
perdarahan abnormal.
3) Nyeri.
Gejala
ini tidak khas untuk mioma uteri, walaupun sering terjadi. Keluhan yang
sering diutarakan ialah rasa berat dan dysmenorrhoe. Rasa nyeri dan
sakit pada mioma uteri mungkin disebabkan karena gangguan peredaran
darah disertai nekrosis setempat, atau disebabkan proses radang dengan
perlekatan ke omentum usus. Kadang, rasa sakit juga akibat torsi pada
mioma uteri subserosa. Sifatnya nyeri adalah akut disertai rasa enek dan
muntah-muntah. Pada mioma uteri besar, rasa nyeri disebabkan karena
tekanan terhadap saraf, yang dapat menjalar ke pinggang dan tungkai
bawah.
4) Akibat tekanan (pressure effect).
Bila
mioma uteri menekan kandung kencing, akan menimbulkan kerentanan
kandung kencing (bladder irritability), polakisuri dan dysuria. Bila
uretra yang tertekan, maka dapat menimbulkan retensio urine. Jika
berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada
rektum menimbulkan konstipasi dan nyeri saat defekasi.
5) Infertilitas dan abortus
Dapat
terjadi apabila sarang mioma uteri menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus karena terjadi distorsi rongga uterus
Diagnosis
1) Anamnesis
Dalam
anamnesis, dicari keluhan utama serta gejala-gejala mioma uteri
lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi pada
penderita yang hamil. Seringkali penderita mengeluh akan rasa berat dan
adanya benjolan pada perut bagian bawah.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
status lokalis dengan palpasi abdomen. Kadang, mioma uteri dapat diduga
dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit. Bila belum jelas, terutama pada wanita
gemuk, dapat dilakukan pemeriksaan bimanuil.
3) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Akibat
yang sering terjadi pada mioma uteri adalah anemia. Hal ini akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Namun, pada
kebanyakan pasien akan terjadi mekanisme eritrositosis. Pada kasus
dengan komplikasi menjadi degenerasi akut atau infeksi akan ditemukan
leukositosis
b. Imaging.
• Pemeriksaan
dengan USG akan didapatkan gambaran massa padat dan homogen pada
uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa pada abdomen
bawah dan pelvis, dan kadang terlihat tumor dengan kalsifikasi.
• Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang tumbuh kearah kavum uteri pada pasien infertil.
• Urografi
intravena digunakan pada kasus massa di pelvis sebab pada kasus
tersebut sering terjadi deviasi ureter atau penekanan dan anomali sistem
urinarius. Cara ini baik untuk mengetahui posisi, jumlah ureter dan
ginjal.
• MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma uteri, namun biaya pemeriksaan menjadi lebih mahal
Pilihan Tatalaksana:
1)Konservatif dengan pemeriksaan periodik.
Bila
seorang wanita dengan mioma uteri mencapai usia menopause, biasanya
tidak mengalami keluhan, bahkan dapat mengecil, sehingga mioma uteri
pada wanita premenopause tanpa gejala sebaiknya diobservasi saja. Bila
mioma uteri besarnya seperti kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai
pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada gejala
atau keluhan. Pada masa post menopause, mioma uteri biasanya tidak
memberikan keluhan. Bila terjadi pembesaran mioma uteri uteri post
menopause harus dicurigai kemungkinan keganasan.
2. Radioterapi.
• hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)
• uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan
• bukan jenis submukosa atau yang berdegenerasi
• tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum
• tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan menopause.
Jenis radioterapi : radium dalam cavum uteri, X-ray pada ovarium (castrasi)
Tujuan
radioterapi : menghentikan perdarahan/menorrhagia dengan cara merusak
endometrium atau merusak fungsi ovarium dengan X-ray.
3. Operatif
Indikasi operasi pada penderita dengan mioma uteri adalah pada kasus :
• perdarahan abnormal, yang umumnya disebabkan oleh mioma uteri submukosa dan mioma uteri bertangkai.
• mioma uteri yang telah menimbulkan gejala penekanan, misalnya menyebabkan retensio urine.
• nyeri
hebat akibat torsi dari tangkai mioma uteri. Namun rasa nyeri akibat
perubahan degenerasi merah pada kasus mioma uteri dengan kehamilan bukan
merupakan indikasi operasi, hanya dilakukan terapi paliatif.
• mioma uteri berukuran besar, walaupun tidak menunjukkan gejala.
• pada mioma uteri yang dicurigai ke arah keganasan.
Jenis operasi pada penderita dengan mioma uteri adalah :
a. Miomektomi
Cara ini disesuaikan dengan lokasi dan ukuran mioma uteri.
Kerugian :
• dapat melemahkan dinding uterus, sehingga meningkatkan kemungkinan ruptur uteri saat hamil.
• menyebabkan perlekatan.
• residif.
b. Histerektomi
Dilakukan pada mioma uteri yang besar dan multipel, usia penderita diatas 40 tahun, penderita tidak menginginkan anak lagi.
Sebaiknya
dilakukan histerektomi totalis, kecuali bila keadaan tidak mengijinkan,
dapat dilakukan histerektomi supravaginalis. Untuk menjaga kemungkinan
keganasan pada cervix, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu
tertentu.
4. Medikamentosa
a. GnRH agonis.
Penelitian
menunjukkan bahwa dengan terapi GnRH agonis pada mioma uteri, ukuran
uterus menurun hingga 30-64 % setelah 3-6 bulan pemberian obat. Respon
maksimal biasanya tercapai pada bulan ketiga. Pengurangan ukuran uterus
berhubungan dengan kadar estradiol dan berat badan. Terapi GnRH mampu
mengatasi gejala menorrhagia, anemia dan gejala yang timbul akibat
penekanan massa tumor ke pelvis. Bila GnRH digunakan sebagai terapi pre
operasi hingga ukuran uterus kurang dari 16 minggu ( yang sudah operabel
) mampu mencegah kehilangan darah berlebihan selama operasi. Respon
terhadap terapi GnRH bervariasi sebab banyak hormon yang mempengaruhi
perkembangan mioma uteri ( estrogen, progesteron, growth factors dan
reseptor ). Setelah terapi GnRH agonis, siklus menstruasi kembali
teratur pada 4-10 minggu, ukuran uterus mengecil dalam 3-4 bulan.
Beberapa
efek samping terapi GnRH yang dilaporkan, antara lain adalah hot
flushes ( kulit kemerahan ) yang terjadi pada > 75 % pasien dan
umumnya gejala tersebut tampak setelah 3-4 minggu penggunaan GnRH.
Sekitar 5-15 % pengguna terapi GnRH mengeluh sakit kepala, vagina
kering, kekakuan pada sendi dan otot, serta depresi. Reaksi alergi
setempat pada daerah penyuntikan GnRH ditemukan pada 10 % pasien. Reaksi
alergi serius lainnya jarang terjadi, namun tidak menutup kemungkinan
terjadi reaksi anafilaksis segera maupun lambat.
b. GnRH antagonis.
Terapi
dengan GnRH antagonis mampu menekan fungsi pituitari-gonad tanpa adanya
respon stimulasi awal seperti pada penggunaan GnRH agonis. Efeknya sama
seperti penggunaan GnRH agonis namun hasilnya lebih cepat terlihat (
mampu mengurangi ukuran tumor selama 14 hari ) daripada GnRH agonis
sebab tidak terjadi respon stimulasi awal.
Ref : Williams Obstetric, Buku Sarwono, Berbagai sumber lain...
0 komentar:
Posting Komentar